Kasus Pembunuhan Divonis Bebas, KAKI: KPK Periksa Seluruh Hakim PN Surabaya 



SURABAYA, Ok gas.com
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Ronald Tannur dibebaskan dari segala dakwaan terkait kasus penganiayaan yang membuat kekasihnya, Dini Sera Afrianti, meninggal dunia.

Dalam amar putusannya ketua majelis hakim PN Surabaya Erintuah Damanik mengatakan Ronald dinilai tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan JPU Ahmad Muzakki, baik dalam pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP maupun ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.

Terdakwa Gregorius Ronald Tannur anak dari Ronald Tannur tersebut di atas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan pertama, kedua, dan ketiga," kata Erintuah saat membacakan amar putusannya di Ruang Cakra PN Surabaya, Rabu (24/7/2024).

"Membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan, memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan setelah putusan ini diucapkan, memberikan hak-hak terdakwa tentang hak dan martabatnya," pungkasnya.

Menyikapi kasus pembunuhan yang divonis bebas Pengadilan Negeri Surabaya , Moh Hosen Aktivis Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Dewan Pimpinan Wilayah Provinsi Jawa Timur Mengatakan bahwa keadilan di Pengadilan Negeri Surabaya dinilai tidak tegak lurus tangani Kasus pembunuhan, dimana letak keadilan dan kebenaran hukum," Kamis (25/07/2024).

Hosen menyakini bahwa terdapat indikasi Gratifikasi dalam kasus sidang pembunuhan Dini Sera Afrianti dilakukan terdakwa Gregorius Ronald Tannur dengan tuntutan JPU sesuai bukti-bukti yang cukup. Namun fakta hasil persidangan di pengadilan negeri Surabaya memberikan vonis bebas terhadap pelaku kasus penganiayaan berujung pada kematian.

KAKI berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa sejumlah hakim di pengadilan negeri Surabaya, terutama yang ikut serta dalam penanganan sidang kasus pembunuhan dan jika ditemukan ada indikasi Gratifikasi atau suap untuk segera dilakukan operasi tangkap tangan (Ott) terhadap hakim tersebut.

Pasalnya tuntutan jaksa didasarkan pada fakta dan bukti yang ada. Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa dengan hukuman 12 tahun penjara karena terbukti melanggar pasal 338 KUHP. Namun, majelis hakim memutuskan bebas dengan alasan penyebab kematian tidak diketahui.

JPU menuntut berdasarkan visum, namun ironisnya tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim. Kasus ini, apakah terdakwa sengaja atau lalai melindas korban, seharusnya dipertimbangkan.

Disisi lain Kepala Seksi Tindak Pidana Umum, Kejari Surabaya, Ali Prakosa SH MH, menambahkan bahwa hakim menutup mata terhadap rekaman CCTV yang menunjukkan terdakwa melindas tubuh korban dengan mobil.

“Dengan alat bukti yang ada, kami optimis bahwa upaya hukum kasasi yang diajukan akan meyakinkan hakim agung untuk menyatakan terdakwa bersalah sesuai dakwaan,” urainya," kamis (25/07/2024).

(Redaksi)